Cryptocurrency atau mata uang digital adalah salah satu produk baru dalam sistem keuangan di dunia terutama di Indonesia saat ini. Banyak sekali tantangan yang dihadapi dalam meregulasi cryptocurrency sebagai salah satu mata uang yang diakui secara hukum di Indonesia.
Secara peraturan Perundang-undangan di Indonesia, mata uang digital belum diakui sebagai mata uang resmi di Indonesia. Mata uang yang masih diakui hingga saat ini adalah mata uang rupiah. Kesukaran cryptocurrency untuk menjadi mata uang digital yang sah dikarenakan adanya Undang – Undang Nomor 7 tahun 2011 Mengenai Mata Uang, Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik (Electronic Money), Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 Tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran. Peraturan perundang-undangan ini tidak hanya tegas melarang, tetapi juga memberikan sanksi terhadap pihak-pihak yang menggunakannya sebagai mata uang resmi sebagaimana mata uang rupiah.
Hukum memiliki sifat yang dinamis dan tidak bersifat tetap seperti angka atau penjumlahan dalam matematika. Meskipun perkembangan sosial masyarakat terus berubah dari tahun ke tahun, hukum, yang merupakan nilai dan norma dalam kehidupan masyarakat, harus mengikuti dinamika perkembangan kehidupan sosial, ekonomi, dan politik masyarakat. Pemerintah Indonesia telah merespons perkembangan digitalisasi dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Undang-undang ini mencerminkan kesadaran terhadap perubahan dalam cara masyarakat menggunakan teknologi dan bertransaksi secara elektronik.
Selain itu, pemerintah telah memberikan regulasi terkait dengan penggunaan cryptocurrency sebagai komoditi yang dapat digunakan dan diperdagangkan. Hal ini terdapat dalam Pasal 1 Permendag 99/2018, yakni aset Kripto (Crypto Asset) ditetapkan sebagai Komoditi yang dapat dijadikan Subjek Kontrak Berjangka yang diperdagangkan di Bursa Berjangka. Lalu terkait dengan asset crypto ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan BAPPEBTI, seperti yang tertulis dalam Pasal 2 Permendag 99/2018.
Produk legislasi tentang UU ITE ini merupakan bukti bahwa pemerintah mengakui eksistensi dunia internet mulai dari pemanfaatan media sosial hingga e-commerce. Termasuk juga persoalan pemanfaatan mata uang digital, pemerintah sadar bahwa kompetensi atau kemampuan masyarakat dalam mengelola transaksi bisnis online dengan memanfaatkan mata uang digital sudah cukup antusias. Meskipun pemerintah tidak meregulasi cryptocurrency sebagai mata uang digital, tetapi objek tersebut diklasifikasikan sebagai aset komoditas suatu perusahaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan BAPPEBTI 5/2019 Tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka, yang berbunyi “Aset Kripto (Crypto Asset) yang selanjutnya disebut Aset Kripto adalah Komoditi tidak berwujud yang berbentuk digital aset, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi, untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.” Regulasi ini menempakan mata uang digital sebagai aset kripto yang proses pendanaan atas aset itu sendiri masih tetap harus menggunakan mata uang rupiah.
Perkembangan dunia bisnis di dunia semakin kompetitif, apalagi adanya campur tangan media digitalisasi. Digitalisasi otomatis akan memberikan efek semakin terbukanya informasi dan keleluasaan pengusaha untuk melaksanakan kegiatan usaha dari satu negara ke negara lainnya. Untuk itu, pemerintah harus terus melakukan reformasi konsep bisnis terhadap perusahaan yang ada saat ini. Reformasi yang dimaksud, salah satunya berkaitan dengan eksistensi aset di dalam suatu korporasi. Aset korporasi saat ini tidak hanya berorientasi kepada aset berupa fisik seperti gedung, tanah, perlengkapan perkantoran, maupun uang. Aset yang bersifat abstrak seperti mata uang digital (cryptocurrency) merupakan keniscayaan digitalisasi bisnis yang tidak dapat dihilangkan. Terkhusus bagi perusahaan yang melakukan kerja sama dengan perusahaan asing (joint venture), kemungkinan besar adanya pemanfaatan uang digital (cryptocurrency) sebagai media transaksi bisnis.
Perubahan perilaku masyarakat dari sistem konvensional bertransformasi ke sistem digital, harus dimanfaatkan dengan optimal. Cryptocurrency (mata uang digital) sudah ditempatkan sebagai kebiasaan dalam memenuhi kebutuhan materiil masyarakat. Termasuk juga dalam aspek pengusaha di Indonesia, harus dibiasakan cryptocurrrency sebagai salah satu aset yang harus dipenuhi. Adanya Peraturan BAPPEBTI 5/2019 Tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka, merupakan suatu upaya hukum dari pemerintah dalam membuat perusahaan di Indonesia semakin kompetitif di persaingan dunia bisnis berbasis digital saat ini.
Serta pemerintah telah menetapkan cryptocurrency sebagai aset keuangan digital dalam Inovasi Teknologi Sektor Keuangan. Hal ini termuat dalam Pasal 213 UU 4/2023, yakni:
- sistem pembayaran;
- penyelesaian transaksi surat berharga;
- penghimpunan modal;
- pengelolaan investasi;
- pengelolaan risiko;
- penghimpunan dan/atau penyaluran dana;
- pendukung pasar;
- aktivitas terkait aset keuangan digital, termasuk aset kripto; dan
- aktivitas jasa keuangan digital lainnya.
Dalam hal aset kripto dapat disimpan atau dipresentasikan secara digital. Ini termuat dalam penjelasan Pasal 213 huruf h UU 4/2023, yakni aset keuangan digital merupakan aset keuangan yang disimpan atau direpresentasikan secara digital, termasuk di dalamnya aset kripto.
Kesimpulan
Aset kripto di Indonesia sendiri telah mendapatkan pengakuan dalam hal legalisasi dalam sektor keuangannya, baik dipergunakan dalam bentuk aset perusahaan maupun dapat diperdagangkan. Hal ini bisa dilihat dari ketentuan Permendag 99/2018, Peraturan BAPPEBTI 5/2019, dan UU 4/2023. Sehingga dalam rangka menciptakan inovasi keuangan digital dalam arus globalisasi, maka aset kripto dapat menjadi pilihan. Namun dalam transaksinya asset kripto tetap harus menggunakan nilai mata uang rupiah.
Dasar hukum:
- Undang – Undang Nomor 7 tahun 2011 Mengenai Mata Uang;
- Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik (Electronic Money);
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial;
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 Tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran.
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
- Peraturan BAPPEBTI Nomor 5 Tahun 2019;
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2018.
Penulis:
TB Agung, SH.