KETAHUI KETENTUAN PENGGUNAAN METERAI

Meterai menjadi salah satu elemen yang cukup penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam ranah administrasi dan keuangan. Sebagai tanda bukti pembayaran pajak, Meterai digunakan pada berbagai dokumen resmi di Indonesia. Namun, penggunaannya tidak sembarangan, melainkan diatur oleh aturan yang ketat. Meterai bukanlah sekadar perangko yang ditempelkan pada surat-surat seperti pada umumnya. Meterai memiliki fungsi khusus, yaitu sebagai bukti pembayaran cukai atau pajak yang dikeluarkan oleh negara. Fungsinya melibatkan proses perpajakan dan pengumpulan penerimaan negara. Penggunaan Meterai terkait erat dengan pembayaran bea Meterai. Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan pada dokumen tertentu, seperti surat-surat perjanjian, akta, atau tanda terima.

Berdasarkan Pasal 1 angka 4, Meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas Dokumen. Kemudian dalam Pasal 2 Ayat (2) UU 10/2020, bea Meterai memiliki tujuan untuk:

  1. mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera;
  2. memberikan kepastian hukum dalam pemungutan Bea Meterai;
  3. menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat;
  4. menerapkan pengenaan Bea Meterai secara lebih adil; dan
  5. menyelaraskan ketentuan Bea Meterai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hal yang menjadi objek bea Meterai termuat dalam Pasal 3 Ayat (1) UU 10/2020, yaitu:

  1. Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata; dan
  2. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

Adapun dokumen yang bersifat perdata termuat dalam Pasal 3 Ayat (2) UU 10/2020, yakni:

  1. surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
  2. akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya; c. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
  3. surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
  4. Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
  5. Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
  6. Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang:
  • menyebutkan penerimaan uang; atau
  • berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; dan
  1. Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Dokumen dikenai Bea Meterai dengan tarif tetap sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah). Adapun Meterai terbagi atas:

  1. Meterai tempel;
  2. Meterai elektronik; atau
  3. Meterai dalam bentuk lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Jika dalam perjanjian tidak menggunakan Meterai, maka hal ini tetap sah. Karena Sah tidaknya suatu surat perjanjian tidak ditentukan oleh ada tidaknya meterai namun ditentukan oleh syarat sah perjanjian yang termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Artinya meterai bukanlah patokan yang menentukan keabsahan sebuah surat perjanjian. Jika isi perjanjiannya terlarang atau tidak benar, maka walaupun menggunakan ribuan meterai sama sekali tidak mempunyai kekuatan yuridis.

Bea Meterai yang terutang menjadi kedaluwarsa setelah jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutang. Terdapat ketentuan pidana dalam ketentuan terkait dengan Meterai ini termuat dalam Pasal 24 UU 10/2020, yakni setiap orang

  1. meniru atau memalsu Meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai Meterai tersebut sebagai Meterai asli, tidak dipalsu, atau sah; atau
  2. dengan maksud yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a, membuat Meterai dengan menggunakan cap asli secara melawan hukum, termasuk membuat Meterai elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Meterai dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, secara melawan hukum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).

Kesimpulan

Dalam penggunaan Meterai, pemahaman akan aturan dan fungsinya menjadi krusial. Meterai bukan sekadar perangko biasa, melainkan tanda pembayaran pajak yang harus mematuhi ketentuan yang ketat. Pasal 1 UU 10/2020 menyebutkan Meterai sebagai label atau carik yang memiliki ciri khusus dan mengandung unsur pengaman, digunakan untuk membayar pajak atas dokumen. Aturan penggunaan Meterai terkait erat dengan pembayaran bea Meterai, dengan tujuan mengoptimalkan penerimaan negara dan memberikan kepastian hukum. Dalam UU 10/2020, objek bea Meterai mencakup dokumen perdata dan dokumen bukti di pengadilan. Tarif tetap Meterai adalah Rp10.000,00, dan Meterai dapat berupa tempel, elektronik, atau bentuk lainnya. Penting untuk diingat bahwa ketidakhadiran Meterai tidak secara otomatis membuat suatu perjanjian tidak sah, namun keabsahan suatu perjanjian tetap ditentukan oleh syarat sah perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Adanya ketentuan pidana, seperti yang diatur dalam Pasal 24 UU 10/2020, menegaskan larangan meniru atau memalsu Meterai dengan ancaman pidana penjara dan denda. Bea Meterai yang terutang memiliki batas waktu pembayaran, yaitu 5 tahun sejak saat terutang. Kesimpulannya, pemahaman yang baik terkait penggunaan Meterai sangat diperlukan untuk menjaga keabsahan dokumen, mematuhi peraturan perundang-undangan, dan menghindari pelanggaran hukum.

 

Dasar hukum:

  1. UU Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Meterai.
  2. KUH Perdata.

Penulis:

TB Agung, SH.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top