KETAHUI KETENTUAN WANPRESTASI

Wanprestasi merupakan keadaan dimana salah satu pihak telah lalai untuk memenuhi kewajiban atau perjanjiannya yang diharuskan oleh Undang-Undang. Peraturan mengenai wanprestasi ini terdapat dalam pasal 1243 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berhutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampauinya. Berdasarkan arti dalam KBBI, wanprestasi adalah keadaan salah satu pihak (biasanya perjanjian) berprestasi buruk karena kelalaian. Dalam hukum, wanprestasi berarti kegagalan dalam memenuhi prestasi yang sudah ditetapkan. Prestasi merupakan suatu hal yang dapat dituntut. Dalam sebuah perjanjian, umumnya ada satu pihak yang menuntut prestasi kepada pihak lain.

Jadi wanprestasi adalah akibat dari pada tidak dipenuhinya perikatan hukum. Secara umum, debitur dianggap tidak memenuhi persyaratan pada perjanjian yang telah dibuat jika ia gagal melakukan prestasi atau melakukan sesuatu yang tidak berhak untuk dilakukan sesuai dengan ketentuan perjanjian.

Berdasarkan Pasal 1234 KUH Perdata, prestasi yang dituntut umumnya berupa tiga hal, yakni memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan untuk tidak berbuat sesuatu. Seperti yang sudah disebutkan, kegagalan dalam memenuhi prestasi disebut wanprestasi. Kemudian, ketentuan atau dasar hukum wanprestasi dimuat dalam KUH Perdata. Wanprestasi sebagaimana diterangkan Pasal 1238 KUH Perdata adalah kondisi di mana debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

Dalam Hukum Perjanjian, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata yaitu “suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Adapun syarat sahnya suatu perjanjian ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan untuk sahnya suatu perjanjian dibutuhkan 4 (empat) syarat, yaitu:

  1. Kesepakatan mereka yang mengakibatkan dirinya;
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
  3. Suatu hal tertentu;
  4. Suatu sebab yang halal

Berdasarkan dari ketentuan Pasal-pasal yang telah dijelaskan tersebut diatas, bahwa Perjanjian yang dibuat oleh para pihak yaitu kreditur dan debitur harus berpegang pada keadaan serta asas-asas Perjanjian kebendaan, Karena kesepakatan yang dicapai bersifat mengikat kedua belah pihak yang telah menyetujuinya. tersebut di atas jelas bahwa perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak harus mengikuti persyaratan yang ditentukan, dan harus mengikuti asas kesepakatan dan kepatutan. Oleh karena persetujuan yang dibuat tersebut mengikat kedua belah pihak yang menyetujuinya. Adapun wujud dari wanprestasi seorang debitur dapat berupa 4 (empat) macam yaitu sebagai berikut :

  1. Tidak melakukan apa yang dijanjikannya, disanggupi akan dilakukannya.
  2. Melakukan apa yang tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan.
  3. Melakukan apa yang dijanjikanya tapi terlambat.
  4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya

Dari ketentuan di atas jelas bahwa suatu perjanjian tidak menutup kemungkinan salah satu pihak tidak bertanggung jawab dalam menjalankan kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan. Pihak yang lalai atau wanprestasi dapat dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar ganti rugi, membatalkan perjanjian, mengalihkan risiko, atau membayar biaya perkara.

Mengenai tanggung jawab debitur atas hutang-hutangnya ini diatur dalam KUH Perdata pada Pasal 1131 KUH Perdata, bahwa seluruh kekayaan debitur diikat sebagai jaminan atas kewajiban dalam prestasinya. Artinya, semua kebendaan atau harta debitur, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, semuanya menjadi tanggungan atas segala perikatan perseorangan.

Tanggung jawab ini dapat timbul akibat kerugian materil maupun immaterial, kerugian materil dapat berupa kerugian yang nyata dan perkiraan besarnya kerugian yang diderita, sedangkan kerugian immaterial adalah kerugian yang menyebabkan seseorang merasakan tekanan batin akibat perbuatan yang merugikan dirinya. Jadi kemungkinan kerugian yang berasal dari perbuatan melawan hukum dapat berupa kerugian yang timbul setelah terjadinya perbuatan melawan hukum maupun kerugian yang hakiki.

Selain itu, pada Pasal 1239 KUHPerdata menerangkan bahwa tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya. Penggantian biaya merupakan ganti dari ongkos atau uang yang telah dikeluarkan oleh salah satu pihak. Kemudian, yang dimaksud dengan penggantian rugi adalah penggantian akan kerugian yang telah ditimbulkan dari kelalaian pihak wanprestasi.

Kesimpulan

Wanprestasi merupakan keadaan di mana salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban atau perjanjiannya sesuai Undang-Undang. Dalam KUH Perdata, Pasal 1243 mengatur bahwa penggantian biaya, rugi, dan bunga hanya diwajibkan setelah si berutang lalai memenuhi perikatannya atau melewatkan waktu yang ditentukan. Wanprestasi dapat terjadi jika debitur tidak memenuhi persyaratan perjanjian, meliputi memberikan, berbuat, atau tidak berbuat sesuatu. Pasal 1238 menyatakan bahwa surat perintah atau akta sejenisnya dapat menyatakan debitur wanprestasi.

Dalam Hukum Perjanjian, perjanjian harus memenuhi syarat sah, seperti kesepakatan, kecakapan, suatu hal tertentu, dan sebab yang halal. Wanprestasi berupa ketidakpatuhan debitur dapat berakibat pembatalan perjanjian, dan hukuman seperti pembayaran ganti rugi, bunga, atau biaya perkara. Pasal 1131 menetapkan bahwa seluruh kekayaan debitur diikat sebagai jaminan atas kewajiban prestasinya. Tanggung jawab debitur melibatkan kerugian materil dan immaterial, diatur dalam Pasal 1239 KUH Perdata. Penggantian biaya dan rugi berlaku ketika debitur tidak memenuhi kewajibannya, memberikan ganti ongkos dan merestui kerugian. Dengan demikian, wanprestasi menciptakan konsekuensi hukum yang harus ditanggung oleh pelaku kesalahan.

 

Dasar hukum:

KUH Perdata.

Penulis:

TB Agung, SH.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top