KETAHUI TENTANG TINDAK PIDANA PENIPUAN

Penipuan seringkali terjadi di Indonesia, seperti yang dapat diilustrasikan dengan kasus penipuan tiket konser Coldplay yang menjadi viral beberapa waktu lalu. Dalam peristiwa tersebut, seorang tersangka penipuan tiket konser Coldplay, bernama Ghisca Debora Aritonang, yang masih berusia 19 tahun, menjadi sorotan. Dalam menjalankan aksinya, Ghisca mengklaim bahwa ia memiliki hubungan dengan promotor konser, sehingga ia dapat dengan mudah menjual tiket kepada pembeli melalui dirinya. Namun, para pembeli tiket tidak hanya gagal mendapatkan tiket hingga pelaksanaan konser, tetapi juga tidak menerima penggantian kerugian dari pembelian tiket mereka. Dalam akibatnya, kerugian yang dialami oleh para pembeli mencapai jumlah yang signifikan, yaitu sekitar 5,1 miliar rupiah. Ghisca dijerat dengan Pasal penipuan, yakni Pasal 378 KUHP, dan atau penggelapan sesuai dengan Pasal 372 KUHP.

Kasus ini mencerminkan adanya tindakan penipuan dengan niat untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tipu diartikan sebagai kecoh, daya cara, perbuatan, atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu, dsb.), dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari keuntungan. Penipuan sendiri mengacu pada proses perbuatan atau cara menipu, serta perkara menipu (mengeco). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua pihak yang terlibat dalam penipuan, yaitu orang yang melakukan penipuan, yang disebut penipu, dan orang yang menjadi korban atau tertipu. Dengan demikian, penipuan dapat diartikan sebagai perbuatan atau pembuatan perkataan yang tidak jujur atau bohong oleh seseorang dengan maksud untuk menyesatkan atau mengakali orang lain demi kepentingan dirinya atau kelompok.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tidak terdapat suatu definisi secara khusus mengenai penipuan. Sebagai gantinya, KUHP lebih fokus pada penetapan unsur-unsur suatu perbuatan agar dapat dikategorikan sebagai penipuan dan pelakunya dapat dikenakan pidana. Konsep penipuan diatur oleh Pasal 378 KUHP, yakni Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid); dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pada KUHP terbaru yang akan berlaku, yakni UU 1/2023, pasal penipuan terdapat dalam Pasal 492, yakni Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu Barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V. Denda kategori V dalam UU 1/2023 termuat dalam Pasal 79, yakni sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Namun, dalam UU 1/2023 ini terdapat keringanan mengenai pidana denda sebagaimana dalam ketentuan Pasal 493, yakni apabila barang yang diserahkan bukan Ternak, bukan sumber mata pencaharian, utang, atau piutang yang nilainya tidak lebih dari Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) atau nilai keuntungan yang diperoleh tidak lebih dari Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) bagi pelaku. Maka pidana denda yang akan dikenakan menjadi kategori II yaitu sebesar Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah).

Kesimpulan

Tindak pidana penipuan, seperti yang tergambar dalam kasus penipuan tiket konser Coldplay oleh Ghisca Debora Aritonang, mencerminkan potensi kerugian finansial dan hilangnya kepercayaan publik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penipuan diartikan sebagai upaya tidak jujur untuk menyesatkan atau mencari keuntungan, dan kasus Ghisca menunjukkan bagaimana tipu daya dapat merugikan pembeli hingga mencapai 5,1 miliar rupiah.

Dalam konteks hukum, Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP menjadi dasar penuntutan terhadap pelaku penipuan. Namun, perubahan dalam UU 1/2023 menyusun kembali ketentuan mengenai penipuan dalam Pasal 492, dengan pidana penjara hingga 4 tahun atau denda kategori V (Rp. 500.000.000). Keringanan diberikan jika nilai barang atau keuntungan tidak melebihi Rp. 1.000.000, dengan pidana denda kategori II sebesar Rp. 10.000.000. Pentingnya memahami konsep penipuan tidak hanya dalam aspek hukum, tetapi juga sebagai upaya melindungi masyarakat dari praktik curang yang dapat merugikan secara materiil dan merusak kepercayaan.

 

Dasar hukum:

  1. KUHP.
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP.

Penulis:

TB Agung, SH.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top