Alat bukti adalah macam-macam bentuk dan jenis yang mampu memberikan keterangan dan penjelasan tentang masalah yang sedang diperkarakan pada pengadilan. Alat bukti diajukan oleh para pihak untuk membenarkan dalil gugatan atau bantahan dan berdasar pada alat bukti itulah hakim dapat melakukan penilaian tentang pihak mana yang paling sempurna pembuktiannya.
Selain itu, para pihak yang berperkara hanya dapat membuktikan kebenaran dalil gugat dan bantahan maupun fakta-fakta yang mereka kemukakan dengan jenis atau alat bukti tertentu. Indonesia masih berpegang pada jenis alat bukti yang ada dalam undang-undang. Apabila alat bukti diajukan diluar ketentuan undang-undang, maka:
- Tidak sah sebagai alat bukti; dan
- Tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian untuk menguatkan kebenaran dalil atau bantahan yang dikemukakan.
Alat bukti yang diakui dalam acara perdata diatur secara enumeratif dalam Pasal 164 HIR, yang terdiri atas:
- Bukti tulisan,
- Bukti saksi,
- Persangkaan,
- Pengakuan, dan
- Sumpah.
Alat bukti tulisan ditempatkan dalam urutan pertama. Hal ini sesuai dengan kenyataan jenis surat atau akta dalam perkara Perdata memegang peran yang penting. Semua kegiatan yang menyangkut bidang perdata, sengaja dicatat atau dituliskan dalam surat atau akta. Setiap perjanjian transaksi jual-beli menyewa, penghibahan, pengangkutan, asuransi, perkawinan, kelahiran, dan kematian, sengaja dibuat dalam bentuk tertulis dengan maksud seba alat bukti atas transaksi atau peristiwa hubungan hukum yang terjadi. Apabila ketika timbul sengketa atas peristiwa itu, dapat dibuktikan permasalahan dan kebenarannya oleh akta yang bersangkutan. Atas kenyataan itu dalam perkara perdata alat bukti yang dianggap paling dominan dan determinan adalah alat bukti surat. Sedangkan saksi, pada dasarnya tidak begitu berperan, terutama dalam transaksi bisnis.
Dengan adanya globalisasi dan berbagai macam bentuk teknologi yang ada di Indonesia, pemerintah memberikan perkembangan mengenai alat bukti dalam bidang elektronik, yaitu terdapat dalam Pasal 5 UU 19/2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatakan:
- Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah;
- Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia;
- Informasi ELektronik dan/atau dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
- Ketentuan mengenai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
- surat yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
- surat beserta dokumennya yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Ditinjau dari sifatnya alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 164 HIR dapat diklasifikasikan menjadi alat bukti langsung dan tidak langsung. Berikut penjelasannya:
- Alat bukti langsung
Klasifikasi alat bukti langsung disebutkan karena diajukan secara fisik oleh pihak yang berkepentingan di depan persidangan. Alat bukti ini diajukan dan ditampilkan dalam proses pemeriksaan secara fisik, yang tergolong dalam alat bukti langsung, ialah:
-
- Alat bukti surat, dan
- Alat bukti saksi.
Dalam hal ini pihak yang berkepentingan membawa dan menyerahkan alat bukti surat. Apabila belum mencukupi, maka pihak yang berkepentingan dapat menyempurnakannya dengan cara menghadirkan saksi secara fisik untuk memberikan keterangan tentang hal yang dialami, dilihat, dan didengar terkait perkara yang disengketakan.
- Alat bukti tidak langsung
Dalam hal alat bukti tidak langsung, maka pembuktian yang diajukan dalam perkara yang disengketakan tidak bersifat fisik, tetapi yang diperoleh sebagai kesimpulan dari hal atau peristiwa yang terjadi di persidangan. Yang termasuk dalam alat bukti ini ialah persangkaan, pengakuan, dan sumpah.
Pengakuan menjadi alat bukti karena pada dasarnya pengakuan bukan berfungsi sebagai membuktikan, tetapi pembebasan pihak lawan untuk membuktikan hal yang diakui dari pihak lain. Kemudian sumpah menjadi alat bukti tidak langsung karena pada dasarnya sumpah tidak tepat disebut sebagai alat bukti, karena sifatnya bukan sebagai alat bukti, namun lebih tepat disebutkan sebagai kesimpulan dari suatu kejadian. Dengan diucapkannya sumpah yang menentukan atau tambahan tentang adanya kebenaran tentang yang dinyatakan.
Kesimpulan
Alat bukti dalam hukum perdata memiliki peran krusial dalam menentukan kebenaran suatu perkara. Para pihak dapat menggunakan berbagai macam alat bukti, seperti bukti tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah, untuk membenarkan gugatan atau bantahan. Dalam konteks perdata, alat bukti surat mendominasi, dengan kegiatan yang tercatat dalam surat atau akta memegang peran penting. Selain itu, perkembangan teknologi, seperti yang diatur dalam UU 19/2016, memberikan pengakuan terhadap informasi elektronik sebagai alat bukti yang sah. Namun, penggunaan alat bukti harus sesuai dengan ketentuan undang-undang agar memiliki kekuatan pembuktian. Klasifikasi alat bukti sebagai langsung dan tidak langsung memperjelas cara pembuktian di persidangan, dengan saksi dan surat menjadi alat bukti langsung, sementara persangkaan, pengakuan, dan sumpah bersifat tidak langsung.
Dasar hukum:
- HIR.
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Penulis:
TB Agung, SH.