KETAHUI KETENTUAN MENIKAH DENGAN WNA DI INDONESIA

Globalisasi informasi, ekonomi, pendidikan dan transportasi menyebabkan batas negara bukan lagi halangan untuk berinteraksi. Hal tersebut berdampak semakin meningkatnya perkawinan antar bangsa yang terjadi hampir di seluruh dunia. Di Indonesia perkawinan campuran yang terjadi dapat dalam dua bentuk yaitu: Pertama, Wanita Warga Negara  Indonesia  (selanjutnya  disebut  WNI)  yang menikah dengan pria Warga Negara Asing (selanjutnya disebut WNA); dan Kedua,  Pria  WNI  menikah  dengan  wanita  WNA.

Menurut Pasal 57 UU 1/1974 tentang Perkawinan, Perkawinan campuran perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Adapun menurut Pasal 60 UU 1/1974 Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh UU Perkawinan yang berlaku bagi pihak masing-masing telah dipenuhi.

Adapun syarat-syarat Perkawinan di Indonesia berdasarkan UU Perkawinan, yaitu:

  1. Izin

Izin diperlukan kepada masing-masing pihak yang ingin melangsungkan perkawinan hal ini termuat dalam Pasal 6 UU 1/1974, yaitu:

  1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
  2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
  3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
  4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
  5. Usia

Indonesia sendiri mengatur terkait dengan batas usia bagi seseorang yang ingin melangsungkan perkawinan yaitu terdapat pada Pasal 7 UU 16/2019, yakni:

  1. Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.
  2. Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur, orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
  3. Status Larangan

Dalam hal keinginan melangsungkan perkawinan, adapun terdapat larangan-larangan terkait dengan status seseorang berdasarkan Pasal 8 UU 1/1974, yakni

  1. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas;
  2. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
  3. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;
  4. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan;
  5. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
  6. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

Sebelum melangsungkan perkawinan, setelah memenuhi persyaratan ada beberapa prosedur menikah dengan WNA yang harus dilaksanakan, sebagai berikut:

  • Pemberitahuan

Cara menikah dengan WNA di Indonesia diawali dengan setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan wajib memberitahukan niatnya secara tertulis atau lisan kepada pejabat pencatat perkawinan setempat. Hal ini termuat dalam Pasal 3 Ayat (1) dan Ayat (2) PP 9/1975, yakni:

  1. Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat ditempat perkawinan akan dilangsungkan.
  2. Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan.

Untuk mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan pada Kantor Urusan Agama berdasarkan Pasal 3 Ayat (1) Permenag 20/2019. sedangkan oleh mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama dan kepercayaan selain agama Islam, dilakukan pada Kantor Catatan Sipil berdasarkan Pasal 2 Ayat (2) PP 9/1975.

  • Penelitian

Pegawai pencatat perkawinan yang menerima pemberitahuan tersebut, meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah terpenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut undang-undang berdasarkan Pasal 6 Ayat (1) PP 9/1975. Namun, Apabila ternyata dari hasil penelitian terdapat halangan perkawinan dan/atau belum dipenuhinya persyaratan, keadaan itu segera diberitahukan kepada calon mempelai atau kepada orang tua atau kepada wakilnya. Hal ini berdasar kepada Pasal 7 Ayat (2) PP 9/1975.

  • Pengumuman

Setelah dipenuhinya tata cara dan syarat-syarat pemberitahuan serta tiada sesuatu halangan perkawinan, kemudian dilakukan pengumuman oleh pegawai pencatat perkawinan. Pengumuman ini dilakukan dengan menempelkan surat pengumuman menurut formulir yang ditetapkan pada kantor pencatatan perkawinan pada suatu tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca oleh umum. Hal ini berdasarkan Pasal 8 PP 9/1975. Pengumuman tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada umum untuk mengetahui dan mengajukan keberatan-keberatan atas perkawinan yang akan berlangsung, apabila bertentangan dengan hukum agama yang bersangkutan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini termuat dalam Penjelasan Pasal 8 PP 9/1975.

  • Pelaksanaan perkawinan

Berdasarkan Pasal 10 PP 9/1975, yakni:

  1. Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak pengumuman kehendak perkawinan oleh Pegawai Pencatat.
  2. Tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
  3. Dengan mengindahkan tata cara perkawinan menurut masing-masing hukum agamanya dan kepercayaannya itu, perkawinan dilaksanakan dihadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi.

Setelah perkawinan selesai dilangsungkan, kedua mempelai menandatangani akta perkawinan, begitu pula dengan pegawai pencatat perkawinan, dua orang saksi yang hadir, dan wali nikah atau yang mewakilinya. Dengan penandatanganan ini, perkawinan telah tercatat secara resmi. Hal ini berdasar pada Pasal 11 PP 9/1975.

  • Kehilangan Kewarganegaraan

Persoalan lainnya yang mesti Anda perhatikan jika hendak menikah dengan WNA adalah mengenai persoalan kewarganegaraan. Pasal 26 UU 12/2006 menyatakan:

  1. Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut.
  2. Selain itu, laki-laki warga negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga negara asing kehilangan kewarganegaraan Indonesia jika menurut hukum negara asal istrinya. kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri akibat perkawinan tersebut.
  3. Tapi jika ingin tetap menjadi warga negara Indonesia, maka yang bersangkutan dapat mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada pejabat atau perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda.

Kesimpulan

Ketentuan menikah dengan WNA di Indonesia mencakup persyaratan seperti izin, batas usia, dan larangan berdasarkan peraturan perkawinan. Prosesnya dimulai dengan pemberitahuan niat, penelitian syarat, hingga pengumuman untuk memberikan kesempatan umum memberikan tanggapan. Pelaksanaan perkawinan mengikuti tatacara agama masing-masing, dihadiri oleh pegawai pencatat, saksi, dan wali nikah. Setelah perkawinan, tanda tangan pada akta perkawinan membuatnya resmi tercatat. Perhatian khusus perlu diberikan pada persoalan kehilangan kewarganegaraan bagi WNI yang menikah dengan WNA, sesuai dengan hukum negara asal pasangan. Tetapi, ada opsi untuk mempertahankan kewarganegaraan Indonesia dengan syarat tertentu.

 

Dasar hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
  2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
  4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Penulis:

TB Agung, SH.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top