MENGENAI SURAT GUGATAN

Pada umumnya upaya hukum berupa gugatan ke pengadilan muncul akibat dari ketidakpuasan seseorang atau badan hukum terhadap tindakan atau perbuatan dari orang atau badan hukum lainnya, Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memfasilitasi setiap warga negaranya untuk apabila merasa hak-haknya diciderai maka berhak untuk mengajukan upaya hukum gugatan sebagai bentuk memperjuangkan haknya  kepada Pengadilan sesuai dengan kompetensinya. Beberapa  definisi gugatan menurut para ahli:

  1. Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo mengutip pada buku Yahya Harahap yang berjudul Hukum Acara Perdata (hal.47) , mendefinisikan gugatan sebagai tuntutan perdata (burgerlijke vodering) tentang hak yang mengandung sengketa dengan pihak lain. Kemudian ia menambahkan bahwa tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah main hakim sendiri (eigenrichting).
  2. Menurut Dr. Mukti Arto, SH dalam bukunya yang berjudul Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama (hal. 39), mendefinisikan gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat kepada ketua pengadilan yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya mengandung sengketa dan sekaligus merupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak.

Dilihat dari bentuknya gugatan mempunyai dua bentuk yaitu gugatan secara lisan dan gugatan secara tertulis dalam hal ini dapat pula disebut sebagai surat gugatan. Mengenai gugatan lisan diatur dalam Pasal 120 HIR yang menyatakan bahwa apabila penggugat buta huruf maka surat gugatannya dapat dimasukan dengan lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang mencatat gugatan atau menyuruh mencatatnya.

Sedangkan mengenai gugatan tertulis atau surat gugatan diatur pada penjelasan Pasal 118 HIR yang menyatakan bahwa gugatan dibuat dalam bentuk surat permohonan yang ditandatangani oleh penggugat atau wakilnya (kuasanya).

Berikut kami akan uraikan pokok-pokok yang harus tercantum dalam sebuah surat gugatan yang memenuhi ketentuan hukum dan memenuhi syarat secara praktik, yaitu:

  1. Mencantumkan Tanggal Gugatan
  2. Mencantumkan Alamat Ketua Pengadilan
  3. Mencantumkan Lengkap dan Terang Nama dan Alamat Para Pihak
  4. Penegasan Para Pihak Dalam Perkara
  5. Uraian Posita atau Dalil Gugatan
  6. Perumusan Hal-hal Yang bersifat assesor
  7. Mencantumkan Permintaan Untuk Dipanggil dan Diperiksa
  8. Petitum Gugatan

Pada umumnya sering kali dalam masyarakat terdapat pemahaman yang salah berkaitan dengan upaya hukum yang dilakukan melalui pengadilan, yaitu mengenai gugatan dengan permohonan, oleh karenanya akan kami terangkan sebagai berikut perbedaanya merujuk dari buku M. Yahya Harahap yang berjudul Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (hal. 29, 47 dan 77), yaitu :

GUGATAN PERMOHONAN
Ø  Masalah yang diajukan mengandung sengketa. Ø  Masalah yang diajukan bersifat kepentingan pihak tersebut saja.
Ø  Terjadi sengketa di antara para pihak, di antara 2 pihak atau lebih. Ø  Permasalahan yang dimohon pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain.
Ø  Pihak yang satu berkedudukan sebagai penggugat dan pihak lainnya berkedudukan sebagai tergugat dan turut tergugat. Ø  Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat bebas murni dan mutlak satu pihak (ex-parte).
Ø  Hakim mengeluarkan putusan untuk dijatuhkan kepada pihak yang berperkara. Ø  Hakim mengeluarkan suatu penetapan.
Ø  Dasar hukum diatur dalam Pasal 118 HIR. Ø  Dasar hukum diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan kehakiman.

 

Kesimpulan

Pada umumnya upaya hukum berupa gugatan ke pengadilan muncul akibat dari ketidakpuasan seseorang atau badan hukum terhadap tindakan atau perbuatan dari orang atau badan hukum lainnya. Dilihat dari bentuknya gugatan mempunyai dua bentuk yaitu gugatan secara lisan dan gugatan secara tertulis dalam hal ini dapat pula disebut sebagai surat gugatan.

Selanjutnya terdapat perbedaan penting yang membedakan antara gugatan dengan permohonan yang kerap kali dianggap sama, padahal mempunyai perbedaan yang sangat tajam antara keduanya dan juga pihak-pihak mau pun output pengadilannya.

 

Dasar hukum:

  1. HIR
  2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan kehakiman

Referensi:

  1. Yahya Harahap, 2011, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika.
  2. Mukti Arto, 2011, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Penulis:

TB Agung, SH.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top