GUGAT CERAI

Mengakhiri sebuah hubungan perkawinan bukanlah suatu larangan yang diatur dalam aspek hukum. Hal ini disebabkan karena sudah hilangnya keharmonisan dalam rumah tangga, adanya kekerasan yang terjadi, faktor ekonomi atau bahkan hal-hal lain yang membuat hubungan perkawinan menjadi tidak sehat lagi. Sehingga membuat pasangan suami – istri tersebut bercerai.

Untuk memutuskan hubungan perkawinan, khususnya perceraian salah satu pihak pasangan suami – istri haruslah menggugat cerai pihak lainnya. Gugat cerai adalah suatu proses hukum di mana salah satu pasangan dalam suatu ikatan perkawinan mengajukan permohonan perceraian kepada Pengadilan. Dalam gugatan cerai pasangan atau pihak yang melakukan permohonan cerai disebut dengan penggugat, dan pihak yang dituduh atau diberikan perintah untuk menanggapi tanggapan terhadap gugatan pemohon disebut dengan tergugat.

Dalam ranah perceraian, gugatan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis cerai, yakni:

  • Cerai Gugat

Menurut Undang-Undang Perkawinan, istilah cerai gugat tidak ditemukan. Namun, berdasarkan Pasal 20 Ayat (1) PP Nomor 9 Tahun 1975 Tahun tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Untuk melakukan suatu gugatan perceraian dapat diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi kediaman tergugat.

Hal ini berbeda pengertian cerai gugat menurut Kompilasi Hukum Islam. Istilah gugat cerai adalah permohonan perceraian yang diajukan oleh pihak istri kepada suami untuk bercerai. Hal ini disebutkan dalam Pasal 132 Ayat (1) INPRES Nomor 1 Tahun 1991 terkait dengan Kompilasi Hukum Islam, menyebutkan bahwa gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan suami tanpa izin. Cerai gugat merupakan hal yang paling mendominasi dalam kasus perceraian di Indonesia. Jika dibandingkan cerai yang dimohonkan oleh suami atau cerai talak, dapat diberikan skala 70:30.

  • Cerai Talak

Berdasarkan Pasal 114 Kompilasi Hukum Islam, menyebutkan bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian. Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Cerai talak diatur dalam Pasal 129 Kompilasi Hukum Islam, yakni seorang suami yang menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

Dapat disebutkan juga talak yang diakui menurut hukum Negara, ialah cerai yang diucapkan atau dilakukan suami kepada istrinya di hadapan Pengadilan Agama. Jika talak yang diucapkan oleh suami kepada istrinya diluar Pengadilan Agama, talak tersebut hanya sah secara agama untuk memutuskan hubungan perkawinan. Namun, jika talak diluar pengadilan dilakukan, maka seorang suami yang mengucapkan talak tidak sah secara hukum Negara.

Dengan kata lain terdapat perbedaan antara cerai gugat dan cerai talak, yakni terletak pada siapa pihak yang mengajukan atau bertindak sebagai pemohon perkara cerai. Pada cerai gugat, yaitu perceraian yang diajukan oleh istri kepada suaminya. Sedangkan dalam cerai talak, yaitu perceraian yang diajukan oleh suami kepada istrinya.

Kesimpulan

Gugat cerai adalah proses hukum dimana salah satu pihak pasangan dalam hubungan perkawinan, mengajukan permohonan perceraian kepada pengadilan. Di Indonesia dikenal ada 2 (dua) jenis cerai, yakni cerai gugat dan cerai talak. Cerai gugat adalah permohonan cerai yang diajukan oleh istri kepada suami di hadapan Pengadilan. Sedangkan cerai talak adalah cerai yang diajukan oleh suami kepada istri di hadapan Pengadilan, atau dalam pengertian lain cerai talak merupakan ikrar talak yang diucapkan oleh suami terhadap istri di hadapan Pengadilan.

 

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
  3. Kompilasi Hukum Islam

Referensi:

  1. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia. Perceraian: Antara Asa dan Realita. https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/perceraian-antara-asa-dan-realita-oleh-drs-h-asmu-i-m-h-26-8. Diakses pada tanggal 7 April 2024.
  2. Pengadilan Agama Semarang, Syarat-syarat Berperkara, Cerai Gugat dan Cerai Talak. https://pa-semarang.go.id/kepaniteraan/prosedur-beracara/prosedur-berperkara-tingkat-pertama/syarat-berperkara#cerai-gugat-dan-cerai-talak. Diakses pada tanggal 7 April 2024.
  3. Nibras Syafriani Manna, Shinta Doriza, dan Maya Oktaviani. Cerai Gugat: Telaah Penyebab Perceraian Pada Keluarga di Indonesia. Jurnal Al-Azhar Indonesia seri humaniora, Vol. 6 No.1, Maret 2021, hal. 11 – 12.

Penulis:

TB Agung, SH.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top