KETAHUI KETENTUAN NON-FUNGIBLE TOKEN (NFT) DI INDONESIA

Pada era digital ini, perkembangan teknologi digital telah menjadi hal yang tak terelakkan bagi semua individu. Kehadiran digital telah meresap ke dalam seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dalam proses transaksi. Penting untuk dicatat bahwa transaksi konvensional mengacu pada kegiatan jual-beli yang terjadi secara langsung, di mana penjual dan pembeli berinteraksi langsung dan proses transaksi menggunakan nilai tukar yang sah. Non-Fungible Token (NFT) tidak dapat dipisahkan dari teknologi Blockchain.

Blockchain dapat diibaratkan sebagai buku kas digital yang mencatat seluruh transaksi digital dan dapat diakses secara publik. Transaksi yang tercatat dalam Blockchain bersifat permanen. Keunikan ini menjadikan Blockchain sebagai basis data transaksi yang dapat dipercaya. Melalui teknologi Blockchain, aset digital menjadi terbatas dan unik, menciptakan NFT. NFT telah diterapkan untuk memperjualbelikan berbagai objek digital seperti twit, karya seni digital, video, dan ikon unik yang dihasilkan komputer. Umumnya, NFT dibeli untuk keperluan koleksi atau diperdagangkan sebagai aset spekulatif.

Secara umum, Non-Fungible Token (NFT) berasal dari dua kata, yaitu “Fungibility” dan “Token”. Fungibility mengacu pada kemampuan sebuah aset untuk ditukar dengan aset serupa yang memiliki nilai yang sama, mirip dengan pertukaran uang kertas Rp 100 ribu dengan dua lembar uang kertas Rp 50 ribu, yang nilainya tetap setara. Sementara itu, token adalah representasi aset digital yang dapat mewakili barang, layanan, dan nilai.

Dengan demikian, NFT dapat diartikan sebagai produk investasi turunan kripto yang nantinya dapat ditukarkan dan data-datanya disimpan dalam blockchain, sebuah teknologi penyimpanan data digital terhubung dengan kriptografi. Selain itu, NFT juga dikenal sebagai aset digital berupa karya seni atau barang koleksi, seperti foto, gambar, lagu, rekaman suara, video, game, dan sebagainya. Produk karya seni ini dapat digunakan untuk membeli barang secara virtual. Meskipun NFT merupakan turunan dari kripto, bukan berarti keduanya sama. NFT dan kripto memiliki perbedaan yang diantaranya bentuk, tujuan dan penggunaannya. Berdasarkan nilainya NFT hanya dapat ditukarkan dengan mata uang rupiah. Hal ini sebagaimana termuat dalam Pasal 33 UU 7/2011 tentang Mata Uang, yakni Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam:

  1. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
  2. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
  3. transaksi keuangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Transaksi NFT sebagian besar diperdagangkan dengan menggunakan Ether (ETH) yang merupakan koin buatan Ethereum. Seluruh transaksi yang dilakukan bersifat elektronik, ketentuan di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dijelaskan bahwa Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum dan memiliki konsekuensi terhadap hukum apabila terjadi pelanggaran dan kejahatan di dalam proses nya.

Beberapa permasalahan sering ditemui di dalam proses transaksi NFT:

  1. Belum terjaminnya keamanan transaksi dari penjual ke pembeli;
  2. Tidak dapat dibagi menjadi nilai yang lebih kecil sehingga harus membayar penuh;
  3. NFT dapat dicuri apabila marketplace tempat membeli tutup, tidak ada jaminan kalau; asset yang dimiliki aman karena bentuk asset dari NFT adalah aset digital;
  4. Aturan mengenai NFT belum diatur dan tidak ramah pengguna;
  5. Keberadaan bisni NFT termasuk ke dalam kategori pasar spekulatif.

NFT belum diatur secara khusus di dalam peraturan atau undang-undang di Indonesia. Pada saat ini pemerintah hanya melakukan pengawasan melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) yang dilakukan melalui SIARAN PERS NO.9/HM/KOMINFO/01/2022 Tentang Pengawasan Kementerian Kominfo terhadap kegiatan Transaksi Non-Fungible Token (NFT) di Indonesia di dalam ketentuan poin ke-2 (dua) dijelaskan Menteri Kominfo telah memerintahkan jajaran terkait di Kementerian Kominfo untuk mengawasi kegiatan transaksi Non-Fungible Token (NFT) yang berjalan di Indonesia, serta melakukan koordinasi dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Kementerian Perdagangan (Bappebti) selaku Lembaga berwenang dalam tata kelola perdagangan aset kripto. 

Kesimpulan

Dalam menghadapi era digital, Non-Fungible Token (NFT) menjadi semakin populer sebagai bentuk investasi kripto yang unik, terutama dalam karya seni dan barang koleksi digital. NFT diwakili oleh aset digital yang unik dan terbatas, disimpan dalam teknologi blockchain. Meskipun terkait dengan kripto, NFT memiliki perbedaan, terutama dalam bentuk, tujuan, dan penggunaannya. Kendati demikian, regulasi terkait NFT di Indonesia masih belum tersusun secara khusus, sehingga beberapa permasalahan seperti keamanan, ketidakramahan aturan, dan spekulasi di pasaran masih menjadi tantangan. Pengawasan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terhadap kegiatan transaksi NFT di Indonesia menjadi langkah awal, namun, perlunya regulasi yang lebih rinci untuk memastikan keberlanjutan dan keamanan transaksi NFT di masa depan.

 

Dasar hukum:

  1. Undang-Undang No.7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang.
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
  3. Siaran Pers NO.9/HM/KOMINFO/01/2022 Tentang Pengawasan Kementerian Kominfo

Penulis:

TB Agung, SH.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top