Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kekerasan berasal dari kata keras yang di antara artinya adalah tidak mengenal belas kasihan; tidak lemah lembut. Sedang kekerasan berarti sifat (hal) keras atau paksaan.
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang PKDRT menjelaskan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Berdasarkan Pasal 5 UU 23/2004 bentuk kekerasan dalam rumah tangga, ialah:
- kekerasan fisik;
- kekerasan psikis;
- kekerasan seksual; atau
- penelantaran rumah tangga.
Berdasarkan Pasal 7 UU 23/2004, kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Berdasarkan pengertian tersebut, kekerasan psikis menurut undang-undang lebih dipahami sebagai sejumlah akibat dari kekerasan itu sendiri dan bukan bentuk kekerasannya. Demikian halnya pada lembar penjelasan undang-undang, tidak menyebutkan bentuk tindakan yang dikategorikan sebagai tindak kekerasan psikis. Oleh karena itulah, masing-masing pihak menafsirkan secara berbeda tentang tindak kekerasan psikis tersebut. Salah satunya membagi kekerasan psikis dengan dua kategori, yakni berat dan ringan.
Kekerasan psikis berat berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan, dan penghinaan dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial, tindakan dan/atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; kekerasan dan/atau ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis, yang masing-masing dapat mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal berikut: gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun, gangguan stress pasca trauma, gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis), depresi berat atau destruksi diri, gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya.
Kekerasan psikis ringan bentuknya berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan,dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di bawah ini: ketakutan dan perasaan terteror, rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual, gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan pencernaan tanpa indikasi medis).
Adapun ketentuan larangan melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam rumah tangga mempunyai sanksi pidana, yang diatur dalam Pasal 45 UU 23/2004, yakni:
- Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).
- Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Dalam penerapan kasus kekerasan psikis dalam rumah tangga merupakan delik aduan. Hal ini termuat dalam Pasal 52 UU 23/2004. Delik aduan adalah delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. Pasal 74 KUHP menerangkan bahwa jika korban berada di Indonesia, pengaduan dapat dilakukan dalam kurun waktu enam bulan. Kemudian, jika korban bertempat tinggal di luar negeri, jangka waktunya adalah sembilan bulan.
Kesimpulan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT mengatasi kekerasan psikis dalam rumah tangga, yang melibatkan tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, dan perendahan yang dapat menimbulkan ketakutan dan penderitaan psikis. Dikategorikan menjadi berat dan ringan, kekerasan psikis berat mencakup tindakan ekstrem yang dapat berdampak parah, sementara yang ringan menciptakan ketakutan dan perasaan tidak berdaya. Undang-Undang memberikan hukuman pidana bagi pelaku kekerasan psikis, menunjukkan seriusnya penanganan kasus ini. Namun, sebagai delik aduan, prosesnya tergantung pada laporan korban, dengan batasan waktu pengaduan yang harus diikuti.
Dasar hukum:
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Penulis:
TB Agung, SH.