Secara umum, yang dimaksud dengan narkotika adalah sejenis zat yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi orang-orang yang menggunakannya, yaitu dengan cara memasukkan ke dalam tubuh. Istilah narkotika yang dipergunakan disini bukanlah “narcotics” pada farmacologie (farmasi), melainkan sama artinya dengan “drug”, yaitu sejenis zat yang apabila dipergunakan akan membawa efek dan pengaruh-pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai.
Menurut Pasal 1 angka 1 UU 35/2009 tentang Narkotika menentukan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini. Jenis-jenis narkotika di dalam UU 35/2009 pada Bab III Ruang Lingkup Pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa narkotika digolongkan menjadi:
- Narkotika Golongan I;
- Narkotika Golongan II; dan
- Narkotika Golongan III.
Pada pengguna narkotika tidak hanya terdapat sanksi pidana. Namun, terdapat alternatif lain, yaitu adanya rehabilitasi. Rehabilitasi bagi pecandu narkotika bertujuan untuk pemidanaan berupa perawatan dan rehabilitasi yang lebih memandang pemberian pemidanaan pada pelaku kejahatan bukan pada perbuatannya.
Tujuan kemanfaatan hukum bagi pecandu tindak pidana narkotika diharapkan tercapai dengan proses rehabilitasi. Pengaturan rehabilitasi atas pecandu narkotika menunjukkan adanya kebijakan hukum pidana yang bertujuan agar penyalahgunaan dan pecandu narkotika tidak lagi menggunakan narkotika.
Rehabilitasi narkotika menurut Pasal 1 UU 35/2009 terdiri dari rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi medis menurut Pasal 1 angka 16 UU 35/2009, yaitu suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. Dan rehabilitasi sosial menurut Pasal 1 angka 17 UU 35/2009, yaitu kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
Menurut Pasal 3 ayat (1) Peraturan BNN No. 11 Tahun 2014, seseorang dapat dilakukan rehabilitasi jika seseorang tersebut merupakan pecandu narkotika dan korban penyalahguna narkotika. Menurut Pasal 3 ayat (2) Peraturan BNN No. 11 Tahun 2014 dalam hal seseorang sebagai tersangka dalam perkara narkotika dapat dilakukan rehabilitasi setelah mendapat rekomendasi dari Tim Assessment Terpadu (TAT).
Berdasarkan Pasal 14 Peraturan BNN No. 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penanganan Tersangka dan/atau Terdakwa Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi mengatakan bahwa seorang pelaku tindak pidana narkotika dapat direhabilitasi setelah mendapat rekomendasi dari tim assessment terpadu sebelum dilakukan penahanan oleh penyidik, karena penyidik harus mengirimkan permohonan assessment paling lambat 1×24 jam setelah melakukan penangkapan, kemudian hasil assessment diserahkan paling lama 6 (enam) hari kepada Penyidik untuk dilaporkan secara tertulis kepada Pengadilan Negeri setempat.
Selain itu, Dalam Pedoman Jaksa Agung No.18 Tahun 2021 dijelaskan, tersangka penyalahgunaan narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, dan pecandu narkotika, dapat menjalani rehabilitasi melalui proses hukum, yaitu:
- Tersangka dinyatakan positif menggunakan narkotika berdasarkan hasil tes pemeriksaan laboratorium forensik.
- Tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir.
- Tersangka ditangkap atau tertangkap tangan tanpa barang bukti narkotika atau dengan barang bukti narkotika yang tidak melebihi jumlah pemakaian satu hari.
- Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika korban penyalahgunaan narkotika atau penyalahgunaan narkotika berdasarkan hasil asesmen terpadu.
- Tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali yang didukung surat keterangan yang dikeluarkan pejabat atau lembaga yang berwenang.
- Adanya surat jaminan tersangka menjalani rehabilitasi melalui proses hukum dari keluarga atau wali.
Serta, berdasarkan Pasal 55 UU 35/2009, rehabilitasi dapat dilakukan berdasarkan permohonan. Suatu permohonan rehabilitasi diawali dengan laporan oleh tersangka atau keluarga ke lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Laporan permohonan rehabilitasi juga dapat diajukan langsung ke Badan Narkotika Nasional (BNN), dan saat ini dapat dilakukan dengan cara online.
Kesimpulan
Kesimpulannya, rehabilitasi bagi pengguna narkotika merupakan alternatif penanganan yang melibatkan aspek medis dan sosial. Undang-undang Narkotika Golongan I, II, dan III membedakan jenis-jenis narkotika dan memberikan landasan hukum untuk rehabilitasi. Rehabilitasi terbagi menjadi medis dan sosial, dengan tujuan pemulihan secara menyeluruh. Proses rehabilitasi melibatkan Tim Assessment Terpadu (TAT), yang merekomendasikan rehabilitasi berdasarkan hasil asesmen. Pedoman Jaksa Agung No.18 Tahun 2021 memberikan kriteria tersangka yang dapat menjalani rehabilitasi melalui proses hukum. Permohonan rehabilitasi dapat diajukan oleh tersangka atau keluarga, menunjukkan upaya hukum dalam mengatasi penyalahgunaan narkotika.
Dasar hukum:
- Undang-Undang No.35 Tahun 2009.
- Peraturan BNN No. 11 Tahun 2014.
- Pedoman Jaksa Agung No.18 Tahun 2021.
Penulis:
TB Agung, SH.