KETAHUI AKIBAT HUKUM PUNGUTAN PARKIR LIAR

Setiap individu yang memiliki kendaraan bermotor pasti membutuhkan layanan fasilitas parkir. Parkir merupakan tempat penitipan sementara yang disediakan oleh penyelenggara parkir. Kebutuhan ini menjadi sangat penting bagi pemilik kendaraan bermotor, terutama di kota-kota besar, di mana hampir setiap pusat perbelanjaan, lokasi pariwisata, dan tempat lainnya menyediakan jasa parkir.

Dengan perkembangan zaman, kepemilikan kendaraan bermotor semakin mudah diperoleh oleh masyarakat melalui kredit atau jaminan, sehingga memunculkan kebutuhan akan lahan parkir yang memadai. Namun, fenomena parkir liar sering terjadi karena pengelola parkir ilegal sering kali tidak mau bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang yang diparkirkan. Padahal, tugas utama pengelola parkir seharusnya adalah menjaga keamanan dan ketertiban di area parkir yang dikelolanya.

Perkara parkir adalah perkara yang sering kali dirasakan oleh kota-kota besar di negeri. kalau permasalahan parkir ini tidak ditangani dengan cakap bakal mempengaruhi permasalahan kemacetan pada jalur perlintasan kendaraan. Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), yang menyebutkan bahwa “Parkir adalah suatu keadaan dimana kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk sementara waktu dan ditinggalkan oleh pengemudinya”, memuat peraturan yang mengatur tentang perparkiran .Parkir adalah situasi di mana pengemudi meninggalkan mobil dan tidak bergerak. Parkir tidak diizinkan menurut hukum.

Berdasarkan Pasal 43 Ayat (1) UU 22/2009 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 43 Ayat (1) PERPU 2/2022, Penyediaan fasilitas Parkir untuk umum hanya dapat diselenggarakan di luar ruang milik Jalan setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Hal ini berarti setiap parkir yang tidak memenuhi dan/atau tidak memiliki perizinan terkait lahan parkir, maka hal tersebut merupakan parkir liar dan apabila dikenakan pungutan, maka pungutan tersebut merupakan pungutan liar.

Praktek pungutan liar merupakan tindak pidana yang terkadang disertai kekerasan, ancaman, atau penipuan ringan. Tingginya angka pengangguran menyebabkan perekonomian menjadi terganggu. Sebagian kelompok masyarakat mulai mencari penghasilan dengan cara cepat melalui pemerasan dalam bentuk penyediaan jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Biasanya praktek pungutan liar dan parkir liar ini terjadi pada bahu jalan atau tempat yang memang bukan semestinya digunakan untuk lahan parkir. Hal ini bertentangan dengan Pasal 28 UU 22/2009, yakni:

  1. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan.
  2. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan Jalan.

Berkenaan dengan hal tersebut, maka dapat dikenakan sanksi yang terdapat dalam Pasal 275 UU 22/2009, yakni:

  1. Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  2. Setiap orang yang merusak Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sehingga tidak berfungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Selain itu, tindak pidana pada pungutan liar dapat dikategorikan sebagai pemerasan, yang tertuang dalam Pasal 482 Ayat (1) UU 1/2023 jo. Pasal 368 Ayat (1) KUHP, yakni:

Dipidana karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, Setiap Orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan untuk:

  1. memberikan suatu Barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
  2. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.

Dalam hal ini pungutan liar dalam parkir masuk ke dalam ranah Pasal 482 Ayat (1) huruf b UU 1/2023, karena pada pungutan liar dapat dikatakan pemerasan dengan membuat pengakuan utang pada seseorang yang melakukan parkir kepada pelaku parkir liar tersebut.

Kesimpulan

Akibat hukum dari pungutan parkir liar mencakup dampak negatif terhadap keamanan, ketertiban, dan ekonomi. Fasilitas parkir sangat vital bagi pemilik kendaraan, terutama di kota-kota besar, namun praktik parkir liar sering kali mengakibatkan kerusakan dan kehilangan barang tanpa tanggung jawab dari penyelenggara. Pasal 43 Ayat (1) UU 22/2009 menegaskan bahwa parkir harus memenuhi izin berusaha dan norma yang ditetapkan pemerintah, sehingga pungutan tanpa izin dapat dianggap sebagai pungutan liar. Praktek ini bisa mencakup kekerasan dan ancaman, merugikan ekonomi, serta melanggar hukum lalu lintas. Hukuman yang diterapkan, seperti yang diatur dalam UU 1/2023, mencakup pidana penjara hingga 9 tahun, menggambarkan seriusnya konsekuensi hukum bagi pelaku pungutan liar dalam konteks parkir.

 

Dasar hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Tentang Cipta Kerja.
  3. KUHP.

Penulis:

TB Agung, SH.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top