Putusan verstek merupakan putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan ketika salah satu pihak dalam suatu perkara tidak hadir dan/atau tidak juga mewakilkan dirinya kepada kuasanya untuk tidak menghadap walaupun sudah dipanggil secara sah dan patut. Secara teknis putusan verstek merupakan pemberian wewenang kepada hakim untuk memeriksa dan memutus perkara meskipun penggugat dan/atau tergugat tidak hadir dalam persidangan pada tanggal yang telah ditentukan.
Pasal 125 HIR menyebutkan bahwa “Jika tergugat tidak datang pada hari perkara itu diperiksa, atau tidak pula menyuruh orang lain menghadap mewakilinya, meskipun ia dipanggil dengan patut, maka gugatan itu diterima dengan tidak hadir (verstek), kecuali kalau nyata kepada pengadilan negeri bahwa pendakwaan itu melawan hak atau tidak beralasan.”
Berdasarkan pertimbangan prinsip fair trial ketika salah satu pihak tidak dapat hadir hakim dapat memberikan kesempatan kepada pihak tersebut untuk hadir dalam persidangan dengan memundurkan waktu persidangan. Dalam Pasal 126 HIR tidak mengatur batas toleransi untuk melakukan pengunduran siding, tetapi hakim dapat memerintahkan pengunduran, namun tidak menentukan batas waktu pengunduran dilakukan.
Adapun syarat-syarat dikabulkannya putusan verstek berdasarkan Pasal 125 Ayat (1) HIR, sebagai berikut:
- Tergugat dipanggil secara sah dan patut
Panggilan kepada tergugat menurut Pasal 388 jo. Pasal 390 Ayat (1) HIR yang menjalankan pemanggilan adalah juru sita PN. Apabila pihak yang dipanggil diluar yuridiksi dapat mendelegasikan kepada juru sita yang berwenang di daerah hukum itu. Pemanggilan pihak berdasarkan Pasal 390 Ayat (1) HIR apabila tempat tinggal diketahui dapat dilakukan dengan cara:
- Disampaikan kepada yang bersangkutan sendiri atau keluarganya;
- Disampaikan kepada kepala desa, apabila yang bersangkutan dan keluarga tidak ditemukan di tempat kediaman.
Bentuk dari pemanggilan ini berupa surat tertulis yang bisa disebut surat panggilan, dapat meliputi telegram atau surat tercatat atau bahkan dapat dilakukan melalui media cetak atau media massa. Jarak waktu pemanggilan berdasarkan Pasal 122 HIR, yaitu:
- 8 (delapan) hari, apabila jaraknya tidak jauh;
- 14 (empat belas) hari, apabila jaraknya agak jauh; dan
- 20 (dua puluh) hari, apabila jaraknya jauh.
- Dalam keadaan mendesak jarak waktu dapat dipersingkat, tetapi tidak boleh lebih dari 3 (tiga) hari.
- Tidak hadir tanpa alasan yang sah
Syarat ini ditegaskan dalam Pasal 25 Ayat (1) HIR, yaitu:
- Tergugat tidak hadir pada hari perkara diperiksa,
- Tidak menyuruh orang lain sebagai kuasa yang bertindak mewakilinya,
- Telah dipanggil secara patuut, tetapi tidak menghiraukan dan menaati panggilan tanpa alasan yang sah.
- Tergugat tidak mengajukan eksepsi kompetensi
Berdasarkan Pasal 125 Ayat (2) Jo. Pasal 121 HIR hukum acara memberikan hak kepada tergugat untuk mengajukan eksepsi kompetensi baik absolut maupun relatif. Apabila tergugat tidak mengajukan eksepsi seperti itu, kemudian tergugat tidak hadir dengan alasan yang sah, hakim dapat langsung memutus verstek. Namun, apabila tergugat tidak hadir dalam persidangan tanpa alasan yang sah, tetapi mengajukan eksepsi kompetensi, maka hakim tidak boleh langsung memutus verstek dan tidak perlu dipersoalkan terkait dengan ketidakhadiran tergugat, karena eksepsi menjadi dasar asalan ketidakhadiran.
Berdasarkan Pasal 125 Ayat (2) Jo. Pasal 121 HIR hukum acara memberikan hak kepada tergugat untuk mengajukan eksepsi kompetensi baik absolut maupun relatif. Apabila tergugat tidak mengajukan eksepsi seperti itu, kemudian tergugat tidak hadir dengan alasan yang sah, hakim dapat langsung memutus verstek. Namun, apabila tergugat tidak hadir dalam persidangan tanpa alasan yang sah, tetapi mengajukan eksepsi kompetensi, maka hakim tidak boleh langsung memutus verstek dan tidak perlu dipersoalkan terkait dengan ketidakhadiran tergugat, karena eksepsi menjadi dasar asalan ketidakhadiran.
Berdasarkan Pasal 125 Ayat (1) HIR apabila hakim hendak menjatuhkan putusan disebabkan karena tergugat tidak memenuhi panggilan secara sah, maka putusan tersebut harus dijatuhkan pada hari itu juga. Apabila diucapkan di luar hari itu, maka dianggap tidak sah karena bertentangan dengan tata tertib beracara, yang berakibat batal demi hukum. Namun sekiranya hakim ragu-ragu atas dalil gugatan, sehingga diperlukan bukti lain, tindakan yang dapat dilakukan adalah
- Mengundurkan persidangan dan sekaligus memanggil tergugat, sehingga dapat direalisasi proses dan pemeriksaan kontradiktor,
- Menjatuhkan putusan verstek, yang berisi diktum; menyatakan gugatan tidak dapat diterima atas alasan dalil gugatan bertentangan dengan hukum atau tidak mempunyai dasar hukum.
Bentuk-bentuk putusan verstek dalam Pasal 125 Ayat (1) HIR, yaitu:
- Mengabulkan gugatan penggugat
Apabila hakim hendak memutus putusan verstek, maka pada prinsipnya hakim harus mengabulkan gugatan penggugat.
Adapun jangkauan pengabulan gugatan yang dapat dituangkan ialah:
- Mengabulkan seluruh gugatan
- Mengabulkan sebagian
- Menyatakan gugatan tidak dapat diterima
Hakim dapat menyatakan gugatan tidak dapat diterima apabila gugatan:
- Melawan hukum atau ketertiban dan kesusilaan, dan
- Tidak beralasan atau tidak mempunyai dasar hukum.
- Menolak gugatan penggugat
Apabila menurut pertimbangan hakim, gugatan tidak didukung alat bukti yang memenuhi batas minimal pembuktian, hakim dapat menjatuhkan putusan dengan dictum: menolak gugatan penggugat.
Kesimpulan
Putusan verstek adalah keputusan pengadilan saat salah satu pihak tidak hadir dalam persidangan atau tidak mewakilkan diri, meskipun sudah dipanggil sah dan patut. Hakim diberi wewenang untuk memutuskan perkara tanpa kehadiran pihak yang tidak hadir. Proses ini harus dilakukan sesuai prinsip fair trial, dan putusan harus diucapkan pada hari persidangan.
Dasar hukum:
HIR.
Penulis:
TB Agung, SH.