KETAHUI KETENTUAN KEKERASAN PADA ANAK DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK

Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan perlindungan, termasuk perlindungan secara hukum. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU 35/2014, menyatakan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Masa kanak-kanak adalah periode untuk tumbuh dan berkembang dengan cepat dan rentan dengan berbagai risiko yang dapat mengganggu proses tumbuh kembang tersebut.

Pertumbuhan fisik (otot, otak, tulang) dan perkembangan sosial serta intelektual berlangsung dengan sangat cepat di periode lima tahun sampai anak mencapai usia 18 tahun. Salah satu risiko pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu adalah berbagai jenis perlakuan salah dan berbagai bentuk kekerasan.

Berdasarkan Pasal 1 angka 15a UU 35/2014, Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.

  1. Kekerasan fisik. Kekerasan dilakukan secara fisik, misal: ditampar, ditusuk, dibanting, dan ditendang, sehingga dapat menimbulkan luka-luka hingga kematian.
  2. Kekerasan emosional/psikis. Anak dikecam, dihardik, dipelototi, direndahkan dengan kata-kata “bodoh, si pincang, anak tidak tahu diri” atau dipermalukan di depan temannya. Akibatnya anak menjadi sedih, murung, atau merasa terhina.
  3. Kekerasan seksual. Yakni berupa paksaan pada anak untuk mengajak berperilaku/mengadakan aktivitas seksual yang nyata (oral, genital, anal atau sodomi, dan incest). Keempat bentuk kekerasan tersebut merupakan hal merugikan dan menyakitkan bagi anak bahkan dapat merusak masa depan anak. Untuk menghindari hal tersebut, anak sebaiknya harus tahu dan mengerti sikap yang harus dilakukan. Anak juga harus diajari mana bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh orang dewasa. Untuk itu, orang tua harus memberikan pendidikan dan pemahaman kepada anak tentang bentuk-bentuk kekerasan serta upaya pencegahannya.
  4. Penelantaran anak adalah tindakan atau keadaan di mana seorang orang tua atau wali tidak memenuhi kewajibannya untuk memberikan perlindungan, perawatan, dan pemeliharaan yang layak kepada anaknya. Tindakan ini bisa mencakup pengabaian kebutuhan dasar anak, seperti makanan, pendidikan, tempat tinggal, dan perhatian emosional.

Pelaku kekerasan terhadap anak umumnya adalah orang-orang yang terdekat dengan anak. Pelaku tersebut bahkan sudah sering bertemu dan bergaul dengan korban, seperti: orangtua, pengasuh, kakek, guru di sekolah, guru dipengajian, tetangga, orang asing yang punya berniat untuk melakukan kejahatan dan lain sebagainya. Sebagai orangtua, sudah seharusnya selalu mengawasi anak-anaknya di mana mereka berada. Jangan terlalu percaya dengan orang-orang yang terdekat atau tetangga teman anak bermain. Akibat dari perlakuan kekerasan terhadap anak:

  1. Anak akan menjadi sakit, mulai dari sakit yang ringan, kecacatan sampai kematian
  2. Anak akan menjadi penakut sehingga tidak berkembangnya otak anak
  3. Anak akan menjadi rendah diri atau kehilangan percaya diri
  4. Anak tidak mudah percaya kepada orang lain
  5. Anak akan menjadi mudah emosi
  6. Anak akan melakukan kekerasan kepada temannya yang lain
  7. Anak suka menyendiri
  8. Anak cepat putus asa dan mudah menyerah.

Terdapat larangan dan sanksi apabila melakukan tindakan kekerasan pada anak hal ini diatur dalam beberapa pasal, yakni:

  1. Pasal 76B Jo. Pasal 77B UU 35/2014, Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
  2. Pasal 76C Jo. Pasal 81 UU 35/2014, Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). Dalam hal Anak mendapat luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Dalam hal Anak mengalami kematian, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Serta pidana ditambah sepertiga apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.
  3. Pasal 76D Jo. Pasal 81 UU 35/2014, Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Ketentuan pidana berlaku pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Serta dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana.
  4. Pasal 76E Jo. Pasal 82 UU 35/2014, Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana.

Kesimpulan

Ketentuan kekerasan pada anak dalam Undang-Undang Perlindungan Anak memberikan landasan hukum yang kuat untuk melindungi hak dan martabat anak. Anak, sebagai amanah Tuhan, memiliki hak atas perlindungan fisik, psikis, dan sosial. Undang-Undang ini mengidentifikasi berbagai bentuk kekerasan, seperti fisik, emosional, seksual, dan penelantaran. Pelaku kekerasan umumnya adalah orang terdekat anak, seperti orangtua atau guru. Dampak kekerasan pada anak mencakup kerusakan fisik, psikologis, dan sosial, yang dapat berdampak jangka panjang. Undang-Undang juga memberikan larangan dan sanksi tegas terhadap tindakan kekerasan pada anak, mendorong perlindungan dan penegakan hukum yang adil.

 

Dasar hukum:

Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

Penulis:

TB Agung, SH.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top