KETAHUI KETENTUAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE

Arbitrase sebagai suatu lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan sudah ada sejak lama. Eksistensi arbitrase secara formal sudah ada dan diakui sejak dulu. Lembaga arbitrase adalah suatu lembaga buatan manusia yang bersifat universal yang digunakan oleh bangsa-bangsa dan di berbagai kultur dunia karena itu lembaga arbitrase dikatakan bersifat universal, bahkan keberadaannya sudah ada jauh lahirnya pengadilan nasional.

Arbitrase sebagai salah satu lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang berkembang saat ini mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan sengketa bukan hanya dalam hal sengketa-sengketa perdagangan seperti jual beli akan tetapi juga dalam sengketa keperdataan lainnya.

Di Indonesia arbitrase sebagai lembaga penyelesaian sengketa sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda, diatur dalam Pasal 615 sampai dengan 651 Reglement op de Rechtverordering Staatsblad 1847 Nomor 52 dan Pasal 377 Het Herziene Indonesisch Reglement Staatsblad 941 Nomor 44, serta Pasal 705 Rechtsreglement Buiten gewesten Staatsblad 1927 Nomor 705. Arbitrase semakin berkembang pada saat ini terutama setelah adanya undang-undang yang dibuat oleh bangsa Indonesia untuk mengatur arbitrase yakni Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Pembatalan suatu putusan arbitrase adalah suatu hal yang sangat penting dalam pelaksanaan arbitrase, karena pembatalan putusan arbitrase dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat dalam menggunakan arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa.

Pada sisi yang lain pembatalan ini juga diperlukan sebagai kontrol negara atas kemungkinan adanya ketidakadilan, kesewenang-wenangan maupun tipu muslihat dalam pelaksanaan arbitrase. Oleh karena itu maka aturan mengenai pembatalan atas putusan arbitrase harus benar- benar mempertimbangkan keadilan dan keseimbangan antara kebutuhan para pihak dan kebutuhan untuk mendukung lembaga arbitrase yang mandiri.

Pengaturan mengenai pembatalan putusan arbitrase dapat ditemukan dalam Pasal 70-73 UU 30/1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pembatalan putusan arbitrase saat ini disinyalir banyak dipergunakan oleh pihak yang kalah dalam sengketa arbitrase untuk menghindari eksekusi atau setidak-tidaknya untuk menunda eksekusi.

Pembatalan putusan arbitrase dapat diartikan sebagai upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pihak yang bersangkutan untuk meminta Pengadilan Negeri agar suatu putusan arbitrase dibatalkan, baik terhadap sebagian atau seluruh isi putusan.

Dalam Pasal 70 UU 30/1999, para pemohon dapat mengajukan permohonan pembatalan putusan, apabila putusan tersebut mengandung unsur-unsur:

  1. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;
  2. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan ; atau
  3. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.

Untuk jangka waktu permohonan pembataln putusan diatur dalam Pasal 71 UU 30/1999, yakni “Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri.” Serta untuk pengajuannya diatur dalam Pasal 72 UU 30/1999, yakni:

  1. Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
  2. Apabila permohonan dikabulkan, Ketua Pengadilan Negeri menentukan lebih lanjut akibat pembatalan seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase.
  3. Putusan atas permohonan pembatalan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima.
  4. Terhadap putusan Pengadilan Negeri dapat diajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung yang memutus dalam tingkat pertama dan terakhir.
  5. Mahkamah Agung mempertimbangkan serta memutuskan permohonan banding dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan banding tersebut diterima oleh Mahkamah Agung.

Kesimpulan

Dalam dunia hukum, arbitrase telah menjadi lembaga penting untuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Di Indonesia, perkembangan arbitrase semakin pesat, didukung oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pentingnya pembatalan putusan arbitrase menciptakan keseimbangan antara kepentingan para pihak dan lembaga arbitrase yang mandiri. Pasal 70-73 UU 30/1999 mengatur ketentuan pembatalan putusan arbitrase, memberikan dasar bagi pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan permohonan pembatalan.

Proses ini memiliki peran krusial dalam memastikan keadilan dan menghindari penyalahgunaan. Namun, penggunaan pembatalan putusan oleh pihak yang kalah sebagai upaya hukum mengundang perhatian, menunjukkan perlunya keseimbangan antara perlindungan hak dan kestabilan lembaga arbitrase.

 

Dasar hukum:

  1. Reglement op de Rechtverordering Staatsblad.
  2. Het Herziene Indonesisch Reglement Staatsblad.
  3. Rechtsreglement Buiten gewesten Staatsblad.
  4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian.

Penulis:

TB Agung, SH.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top