KETAHUI KETENTUAN SAKSI DALAM HUKUM PIDANA

Kitab-Undang-Undang Hukum acara Pidana (KUHAP) mengatur tentang alat bukti yang diperlukan dalam penyelesaian suatu perkara pidana terutama dalam masalah pembuktian. Pembuktian adalah merupakan penyediaan alat-alat bukti yang sah menurut hukum yang diperlukan pada saat perkara pidana disidangkan di pengadilan. Pengertian pembuktian yang terdapat dalam pasal 183 KUHAP adalah hakim tidak boleh menjatuhkan putusan pidana kepada seseorang yang kecuali apabila sekurang-kurangnya terdapat 2 alat bukti yang sah dan ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukan tindak pidana.

Dari penjelasan yang ada dalam KUHAP, maksud dan tujuan pembuktian adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum bagi seseorang Dalam Pasal 184 KUHAP menyebutkan tentang alat-alat bukti yang sah menurut hukum pidana yaitu:

  • Keterangan saksi;
  • Keterangan ahli;
  • Surat;
  • Petunjuk; dan
  • Keterangan terdakwa.

Menurut Pasal 1 butir 26 KUHAP Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Saksi akan memberikan keterangannya dalam proses pengadilan guna memperkuat tentang perkara pidana yang dijalankan. Dalam Pasal 1 butir 27 KUHAP, Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia alami sendiri, lihat sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu. Saksi dalam KUHAP mengalami perkembangan dalam perluasan mengenai makna saksi, yakni dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010, berbunyi “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.”

Seseorang yang memiliki kekurangan dalam dirinya, semisal tuli dan/atau bisu tetapi masih dapat menulis dapat diperkenankan menjadi saksi, ketentuan ini termuat dalam Pasal 178 Ayat (2) KUHAP, Jika saksi bisu dan atau tuli tetapi dapat menulis, hakim ketua sidang menyampaikan semua pertanyaan atau teguran kepadanya secara tertulis dan kepada saksi tersebut diperintahkan untuk menulis jawabannya dan selanjutnya semua pertanyaan serta jawaban harus dibacakan. Berdasarkan Pasal 185 Ayat (6), Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan:

  1. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
  2. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
  3. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu;
  4. cara hidup dan kesusilaán saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.

Adapun jenis-jenis saksi dalam acara pidana, yakni:

  • saksi yang meringankan

saksi meringankan atau a de charge merupakan saksi yang diajukan terdakwa dalam rangka melakukan pembelaan atas dakwaan yang ditujukan kepada dirinya. Hal ini tertuang dalam Pasal 65 KUHAP, yakni Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. Selain itu dasar saksi ini ialah dalam Pasal 116 Ayat (3) KUHAP, yakni dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki didengarnya saksi yang dapat menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu dicatat dalam berita acara.

  • Saksi yang memberatkan

Saksi memberatkan atau a charge merupakan saksi yang dalam keterangannya memberatkan terdakwa. Saksi ini biasanya ditunjuk oleh penuntut umum atau korban. Dasar dari saksi ini yakni dalam Pasal 160 Ayat (3) KUHAP, yakni dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusán, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.

  • Saksi mahkota

Saksi mahkota merupakan istilah untuk tersangka/terdakwa untuk menjadi saksi bagi tersangka/terdakwa yang lain. Istilah ini tidak tertuang dalam KUHAP. Biasanya saksi mahkota ini dihadirkan apabila terdapat perkara pidana yang terdapat penyertaan untuk tersangkanya. Mahkota yang dimaksud dalam saksi ini merupakan peniadaan tuntutan atau apabila dikenakan tuntutan maka tuntutan tersebut akan sangat ringan. Hal ini termuat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2437 K/Pid.Sus/2011.

Seseorang yang telah ditunjuk menjadi saksi tidak dapat menolak hal tersebut. Apabila seseorang yang telah ditunjuk menjadi saksi menolak untuk memberikan keterangannya maka seseorang tersebut akan dikenakan pidana. Hal ini termuat dalam Pasal 224 Ayat (1) KUHP  Setiap Orang yang secara melawan hukum tidak datang pada saat dipanggil sebagai saksi, ahli, atau juru bahasa, atau tidak memenuhi suatu kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan. Dalam KUHP terbaru yakni UU 1/2023 hal ini termuat dalam Pasal 285, yakni Setiap Orang yang secara melawan hukum tidak datang pada saat dipanggil sebagai saksi, ahli, atau juru bahasa, atau tidak memenuhi suatu kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dipidana dengan:

  1. pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, bagi perkara pidana; atau
  2. pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, bagi perkara lain.

Kesimpulan

Ketentuan saksi dalam hukum pidana, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), adalah fondasi utama pembuktian dalam persidangan pidana. Pembuktian memerlukan minimal dua alat bukti yang sah, dengan saksi menjadi elemen kunci dalam proses tersebut. Dalam perkembangannya, makna saksi juga melibatkan mereka yang memberikan keterangan tidak hanya berdasarkan pengalaman langsung, tetapi juga informasi yang diterima atau alami. KUHAP mengakomodasi keberagaman, termasuk saksi yang mungkin memiliki keterbatasan seperti tuli dan bisu. Pembuktian dilakukan dengan mempertimbangkan konsistensi keterangan saksi, persesuaian dengan alat bukti lain, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepercayaan. Jenis-jenis saksi, seperti saksi meringankan dan saksi yang memberatkan, menambah kompleksitas dalam proses hukum pidana. Penting untuk mencatat bahwa menolak menjadi saksi tanpa alasan yang sah dapat berakibat pidana, menunjukkan kepentingan negara dalam menegakkan hukum.

 

Dasar hukum:

  1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010.
  2. KUHAP.
  3. Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 Tentang KUHP.

Penulis:

TB Agung, SH.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top