KETAHUI KETENTUAN TERKAIT PENGGUNAAN TEKNOLOGI PENGENAL WAJAH DI RUANG UMUM

Penerapan teknologi pengenalan wajah di ruang umum semakin meluas, memberikan dampak signifikan pada keamanan dan efisiensi, tetapi juga memunculkan pertanyaan serius mengenai privasi dan hak asasi manusia. Artikel ini akan mengulas implikasi hukum terkait dengan penggunaan teknologi pengenalan wajah di ruang umum, melibatkan pasal-pasal hukum yang relevan dan tantangan yang dihadapi.

Pengenalan wajah adalah teknologi komputer yang digunakan untuk mengevaluasi ukuran, posisi, dan identifikasi gambar wajah. Seiring perkembangan teknologi, pengenalan wajah telah diintegrasikan ke dalam sistem android untuk meningkatkan keamanan data. Teknologi ini berfokus pada analisis fitur-fitur unik wajah, seperti bentuk, posisi mata, hidung, dan mulut, untuk pengenalan atau verifikasi identitas. Penggunaannya melibatkan pembandingan wajah dengan data referensi untuk memverifikasi identitas, baik dalam otentikasi akses maupun transaksi keuangan.

Pengenalan wajah digunakan di bidang keamanan untuk mengidentifikasi individu terlibat dalam kejahatan atau aktivitas mencurigakan, seperti di bandara, pusat perbelanjaan, atau stasiun kereta. Selain itu, aplikasi teknologi ini memberikan pengalaman pengguna yang personal dengan membuka kunci perangkat, menyajikan konten yang disesuaikan, dan mengenali pemiliknya. Meskipun memberikan manfaat, penggunaan teknologi pengenalan wajah juga menimbulkan kekhawatiran tentang privasi dan keamanan data pribadi. Ada kekhawatiran bahwa pengumpulan dan penggunaan data wajah dapat membahayakan privasi individu dan meningkatkan risiko penyalahgunaan data. Selain itu, adopsi teknologi ini dapat menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, terutama jika algoritma pengenalan wajah cenderung bias terhadap kelompok minoritas.

Penggunaan teknologi ini juga meningkatkan kekhawatiran akan pengawasan dan kontrol pemerintah yang berlebihan, dengan beberapa orang percaya bahwa hal ini dapat mengancam kebebasan individu. Konflik ini menimbulkan pertanyaan etika dan kepercayaan. Sosiologi hukum berperan dalam menganalisis implikasi sosial, hukum, dan keadilan terkait penggunaan teknologi ini, sementara hukum memiliki peran penting dalam mengatur dan mengawasi implementasinya, mencakup persyaratan lisensi, standar teknis, dan ketentuan penggunaan yang adil dan bertanggung jawab.

Regulasi ini membantu menjaga penggunaan teknologi yang sesuai dengan kepentingan publik, melindungi privasi individu, dan mengurangi resiko penyalahgunaan. Untuk menghindari penyalahgunaan teknologi tersebut terdapat aturan dalam Pasal 31 UU 19/2016, yakni:

  1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
  2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayal (2) tidak berlaku terhadap intersepsi atau penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.

Adapun sanksinya termuat dalam Pasal 47 UU 19/2016 jo. UU 11/2008, yakni Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Kesimpulan
Dalam konteks penerapan teknologi pengenalan wajah di ruang umum, terdapat dampak signifikan terhadap keamanan dan efisiensi, namun juga menimbulkan kekhawatiran serius terkait privasi dan hak asasi manusia. Artikel ini membahas implikasi hukum yang terkait dengan penggunaan teknologi ini, melibatkan pasal-pasal hukum relevan dan tantangan yang dihadapi. Teknologi pengenalan wajah memanfaatkan fitur unik wajah untuk identifikasi dan otentikasi. Meskipun memberikan keuntungan, penggunaannya menimbulkan kekhawatiran privasi dan keamanan data pribadi. Terdapat risiko penyalahgunaan data dan potensi ketidaksetaraan jika algoritma cenderung bias terhadap kelompok minoritas.

Regulasi seperti Pasal 31 UU 19/2016 mengatur intersepsi dan penyadapan atas informasi elektronik dan dokumen elektronik untuk melindungi privasi. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenai sanksi pidana dan denda sesuai Pasal 47 UU 19/2016 jo. UU 11/2008. Meskipun regulasi ini dapat melindungi kepentingan publik dan privasi, tetap diperlukan analisis etika dan kepercayaan untuk mengatasi konflik yang timbul.

 

Dasar hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

Penulis:

TB Agung, SH.

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top