KETAHUI KONSEKUENSI PERNYATAAN PAILIT

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU 37/2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Menurut Man. S. Sastrawidjaja, terdapat 2 (dua) fase dalam kepailitan, yakni:

  1. Fase conservatoir

Fase ini disebut juga sebagai fase penyimpanan, karena harta debitur disimpan dan dititipkan kepada kurator, akan tetapi, kurator tidak dapat mengalihkan harta atau barang, kecuali diizinkan oleh hakim pengawas atau hakim komisaris. Terdapat beberapa hal dalam fase ini, yakni upaya hukum, rapat kreditur, inventarisasi harta, pengumuman, panggilan rapat, verifikasi, dan perdamaian dalam kepailitan.

  1. Fase Eksekutor

Fase ini merupakan kegiatan pelelangan asset untuk dibagikan kepada kreditur. Fase inin dilakukan berdasarkan Pasal 1135 KUHPerdata dengan melelang harta pailit dan dibagi-bagikan kepada para kreditur dengan jumlah berdasarkan besaran piutang. Terdapat beberapa hal dalam fase ini, yakni tidak ada upaya hukum, upaya hukum tidak berhasil, tidak ada perdamaian, perdamaian tidak dapat diterima, dan perdamaian tidak dihomoligasi.

Pernyataan pailit seorang debitur dilakukan oleh pengadilan niaga dengaan suatu putusan (vonis) dan bukan meruapak suatu ketetapan. Pernyataan pailit juga menumbulkan suatu akibat hukum baru seperti antara lain debitur yang semula berwenang mengurus dan menguasai hartanya menjadi tidak berwenang mengurus atau menguasai hartanya.

Secara umum akbiat pernyataan pailit adalah sebagai berikut:

  1. Kekayaan debitur pailit yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum atas harta pihak yang dinyatakan pailit. Berdasarkan Pasal 21 UU 37/2004, harta pailit meliputi seluruh kekayaan debitur pada waktu putusan pailit diucapkan serta segala kekayaan yang diperoleh debitur pailit selama kepailitan.
  2. Kepailitan semata-mata hanya mengenal harta pailit dan tidak mengenal diri pribadi debitur pailit.
  3. Debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai kekayaannya termasuk harta pailit sejak hari putusan pailit diucapkan. Hal ini berdasarkan Pasal 24 UU 37/2004.
  4. Berdasarkan Pasal 25 UU 37/2004, Segala perikatan debitur yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan, tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit.
  5. Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua para kreditur dan debitur dan hakim pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan.
  6. Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap Kurator. Hal ini tertuang dalam Pasal 26 UU 37/2004.
  7. Semua tuntutan atau yang bertujuan mendapatkan pelunasan suatu perikatan dari harta pailit, dan dari harta debitur sendiri selama kepailitan harus diajukan dengan cara melaporkannya untuk dicocokkan. Hal ini termuat dalam PAsal 27 UU 37/2004.
  8. Kreditur pemegang hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak ada kepailitan. Hal ini termuat dalam Pasal 51 UU 37/2004. Selain itu, berdasarkan Pasal 61 UU 37/2004, pihak kreditur yang berhak menahan barang kepunyaan debitur hingga dibayar tagihan tersebut, tidak kehilangan hak untuk menahan barang tersebut meskipun ada putusan pailit.
  9. Hak eksekusi kreditur yang dijamin sebagaimana disebutkan dalam Pasal 55 ayat (1) UU 37/2004, dan pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitur pailit atas kurator, ditangguhkan maksimum 90 (sembilan puluh) hari setelah putusan pailit diucapkan. Hal ini tertuang dalam Pasal 56 Ayat (1) UU 37. 2004.

Kesimpulan

Pernyataan pailit menurut UU 37/2004 adalah penyitaan umum atas seluruh kekayaan debitur yang dikelola oleh kurator di bawah pengawasan hakim. Ada dua fase dalam kepailitan: fase conservatoir (penyimpanan) dan fase eksekutor (pelelangan aset). Pernyataan pailit menyebabkan debitur kehilangan hak untuk mengelola dan menguasai hartanya. Seluruh kekayaan debitur menjadi bagian dari harta pailit yang diurus oleh kurator. Tuntutan hukum terkait harta pailit harus diajukan kepada kurator. Kreditur dengan jaminan kebendaan tetap memiliki hak eksekusi meski debitur dinyatakan pailit.

 

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
  2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Referensi

  1. Rifqani Nur Fauziah Hanif, Artikel DJKN, Kepailitan dan Akibat Kepailitan Terhadap Kewenangan Debitur Pailit dalam Bidang Hukum Kekayaan, https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13451/Kepailitan-dan-Akibat-Kepailitan-Terhadap-Kewenangan-Debitur-Pailit-Dalam-Bidang-Hukum-Kekayaan.html. Diakses pada 28 Juni 2024.
  2. Herri Swantoro, 2019, Hukum Perseroan Terbatas & Ancaman Pailit, Rayyana Komunikasindo: Jakarta.

Penulis:

TB Agung, SH.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top