PENINJAUAN KEMBALI DALAM HUKUM INDONESIA

Peninjauan kembali atau yang biasa disingkat PK adalah salah satu upaya hukum luar biasa yang dapat ditempuh oleh terpidana dalam sistem peradilan di Indonesia. PK menjadi opsi terakhir bagi terpidana yang merasa bahwa putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, seperti putusan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, atau Mahkamah Agung, masih memiliki kekhilafan atau kesalahan yang signifikan.

Dasar Hukum Peninjauan Kembali

Dasar hukum peninjauan kembali (PK) di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Bab XVIII UU Nomor 8 Tahun 1981. Menurut ketentuan dalam undang-undang ini, PK dapat diajukan apabila terdapat kekeliruan atau kekhilafan hakim dalam memutus perkara, atau jika ditemukan bukti baru yang disebut novum, yang belum pernah diajukan dalam persidangan sebelumnya. Hal ini memberikan kesempatan bagi terpidana untuk mengajukan permohonan revisi terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Putusan yang dimaksud adalah putusan pengadilan yang tidak diajukan upaya hukum banding, putusan Pengadilan Tinggi yang tidak diajukan kasasi, atau putusan kasasi dari Mahkamah Agung. Dengan adanya aturan ini, sistem peradilan Indonesia memberikan jaminan bahwa kesalahan dalam penerapan hukum atau munculnya bukti baru yang signifikan dapat ditinjau kembali untuk memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam suatu perkara hukum.

Sejarah Peninjauan Kembali

Konsep peninjauan kembali sudah ada sejak masa pemerintahan Hindia Belanda dengan istilah Herziening van Arresten en Vonnissen. Setelah Indonesia merdeka, konsep ini diadopsi dalam sistem peradilan nasional dan istilah peninjauan kembali mulai digunakan menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman di Indonesia

Pada tahun 1970-an, Lembaga PK sempat tidak aktif, namun diaktifkan kembali setelah terjadinya kasus Sengkon-Karta. Kasus ini melibatkan dua terpidana, Sengkon dan Karta, yang terbukti tidak bersalah setelah ditemukan pengakuan dari pelaku sebenarnya. Kasus ini menjadi landasan bagi Mahkamah Agung untuk mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 1980 mengenai Peninjauan Kembali.

Prinsip Umum Peninjauan Kembali

  1. Hukuman Tidak Boleh Melebihi Putusan Semula: Sesuai dengan Pasal 266 ayat 3 KUHAP, hukuman yang dijatuhkan dalam putusan PK tidak boleh lebih berat daripada hukuman sebelumnya. Prinsip ini untuk memastikan bahwa PK benar-benar menjadi upaya mencari keadilan bagi terpidana.
  2. Tidak Menangguhkan Eksekusi: Menurut undang-undang, proses PK tidak menangguhkan atau menghentikan eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini berarti bahwa meskipun PK diajukan, pelaksanaan putusan tetap berjalan.
  3. Dapat Dilakukan Berkali-kali: Sebelum tahun 2014, PK hanya bisa diajukan satu kali. Namun, setelah adanya uji materi oleh Antasari Azhar di Mahkamah Konstitusi, diputuskan bahwa PK dapat diajukan berkali-kali. Putusan ini memberikan kesempatan lebih luas bagi terpidana untuk mencari keadilan.

Pihak yang Berhak Mengajukan PK

  1. Terpidana: Orang yang dikenai hukuman.
  2. Ahli Waris: Keluarga atau penerus terpidana dapat mengajukan PK jika terpidana telah meninggal dunia.
  3. Kuasa Hukum: Pengacara yang diberikan kuasa oleh terpidana juga dapat mengajukan PK.

Alasan Pengajuan PK

  1. Keadaan Baru (Novum): Adanya bukti baru yang dapat mengubah putusan, seperti saksi baru atau barang bukti yang belum dihadirkan di persidangan sebelumnya.
  2. Kekeliruan atau Kekhilafan Hakim: Jika terdapat kesalahan dalam penerapan hukum atau pertimbangan hakim, PK dapat diajukan untuk memperbaiki putusan tersebut.

Proses Pengajuan PK

  1. Permintaan: Terpidana atau ahli waris mengajukan permintaan PK secara tertulis ke Pengadilan Negeri yang memutus perkara pertama kali. Permintaan ini harus disertai dengan alasan-alasan yang mendasari pengajuan PK.
  2. Di Pengadilan Negeri: Ketua Pengadilan Negeri akan membentuk majelis hakim untuk memeriksa permohonan PK. Pemeriksaan ini bersifat resmi dan terbuka untuk umum. Setelah selesai, majelis hakim akan membuat Berita Acara Pendapat yang dikirimkan ke Mahkamah Agung.
  3. Di Mahkamah Agung: Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman tertinggi akan memutus permohonan PK. Putusan dapat berupa menolak permohonan, menerima permohonan, atau menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

Kesimpulan

Peninjauan kembali adalah upaya hukum luar biasa yang memberikan kesempatan bagi terpidana untuk memperjuangkan keadilan atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dengan dasar hukum yang jelas dan dukungan dari berbagai ahli, PK menjadi bagian integral dari sistem peradilan Indonesia yang bertujuan untuk memastikan keadilan dan kebenaran dalam setiap putusan hukum.

 

Dasar hukum:

KUHAP.

Referensi:

Wikipedia https://id.wikipedia.org/wiki/Peninjauan_kembali diakses pada 16 Mei 2024.

Penulis:

TB Agung, SH.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top